Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Minggu, 03 Januari 2016

Biografi Fatimah Az Zahra Binti Rasulullah

Fatimah Az Zahra Binti Rasulullah (Wafat 11 H)

Pemimpin wanita pada masanya ini adalah pui ke 4 dari anak anak Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, dan ibunya adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Sesungguhnya allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kelahiran Fathimah yang mendekati tahun ke 5 sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai menengah ketika terjadi perselisiha antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’abah diperbaharui. Dengan kecerdasan akalnya beliau mampu memecahkan persoalan yang hampir menjadikan peperangan diantara kabilah-kabilah yang ada di Makkah.

Biografi Ummu Kultsum Binti Muhammad

Ummu Kultsum Binti Muhammad (Wafat 9 H)

Ummu Kultsum adalah adik Ruqayyah , putri Rasulullah . Ia telah menikah dengan Utaibah bin Abu Lahab, saudara Utbah yang telah menikahi Ruqayyah, sebelurn mereka mengenal Islam. Lalu ketika Rasulullah . telah diangkat menjadi Nabi, ia dan saudara-saudaranya memeluk Islam dengan lapang dada. Dan dakwah Nabi . yang selalu ditentang oleh Abu lahab beserta keluarganya ini, menyebabkan Allah telah mewahyukan kepada Nabi . firman-Nya yang berbunyi, Maka celakalah kedua tangan Abu lahab'(Al-lahab: 1) ‘ Setelah tutun ayat ini, Abu lahab berkata kepads Utaibah anaknya, “Kepalaku tidak halal bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan putri Nabi. Maka dia pun menceraikan istrinya, Ummu Kultsum begitu saja.

Biografi Ruqayyah Binti Rasulullah

Ruqayyah Binti Rasulullah (Wafat 2 H)

Ruqayyah telah menikah dengan Utbah bin Abu lahab sebelum masa kenabian. Sebenarnya hat itu sangat tidak disukai oleh Khadijah.. Karena ia telah mengenal perilaku ibu Utbah, yaitu Umrnu jamil binti Harb, yang terkenal berperangai buruk dan jahat. ta khawatir putrinya akan memperoleh sifat-sifat buruk dari ibu mertuanya tersebut. Dan ketika Rasulullah . telah diangkat menjadi Nabi, maka Abu Lahablah, orang yang paling memusuhi Rasulullah . dan Islam. Abu Lahab telah banyak menghasut orang-orang Mekkah agar memusuhi Nabi . dan para sahabat . Begitu pufa istrinya, Ummu Jamil yang senantiasa berusaha mencelakakan Rasulullah . dan memfitnahnya.

Biografi Zainab binti Muhammad

Zainab binti Muhammad (Wafat 8 H)

Zainab adalah putri tertua Rasulullah .. Rasulullah . telah menikahkannya dengan sepupu beliau, yaitu Abul ‘Ash bin Rabi’ sebelum beliau diangkat menjadi Nabi, atau ketika Islam belum tersebar di tengah-tengah mereka. lbu Abul ‘Ash adalah Halah binti Khuwaylid, bibi Zainab dari pihak ibu. Dari pernikahannya dengan Abul ‘Ash mereka mempunyai dua orang anak: Ali dan Umamah. Ali meninggal ketika masih kanak-kanak dan Umamah tumbuh dewasa dan kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib. setelah wafatnya Fatimah.

Jumat, 01 Januari 2016

Biografi Mariyah al-Qibtiyah

Mariyah al-Qibtiyah (Wafat-16H/637 M)  
Seorang wanita asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Mesir kepada Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan lalu dinikahi oleh Rasulullah dan mendapat seorang putra bernama Ibrahim. Sepeninggal Rasulullah dia dibiayai oleh Abu Bakar kemudian Umar dan meninggal pada masa kekhalifahan Umar.
Seperti halnya Sayyidah Raihanah binti Zaid, Mariyah al-Qibtiyah adalah budak Rasulullah yang kemudian beliau bebaskan dan beliau nikahi. Rasulullah memperlakukan Mariyah sebagaimana beliau memperlakukan istri-istri beliau yang lainnya. Abu Bakar dan Umar pun memperlakukan Mariyah layaknya seorang Ummul-Mukminin. Dia adalah istri Rasulullah satu-satunya yang melahirkan seorang putra, Ibrahim, setelah Khadijah.
Dari Mesir ke Yastrib
Tentang nasab Mariyah, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya. Nama lengkapnya adalah Mariyah binti Syama’un dan dilahirkan di dataran tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan Suku Qibti, dan ibunya adalah penganut agarna Masehi Romawi. Setelah dewasa, bersama saudara perempuannya, Sirin, Mariyah dipekerjakan pada Raja Muqauqis.
Rasulullah mengirim surat kepada Muqauqis melalui Hatib bin Baltaah, menyeru raja agar memeluk Islam. Raja Muqauqis menerima Hatib dengan hangat, namun dengan ramah dia menolak memeluk Islam, justru dia mengirimkan Mariyah, Sirin, dan seorang budak bernama Maburi, serta hadiah-hadiah hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah. Di tengah perjalanan Hatib merasakan kesedihan hati Mariyah karena harus meninggalkan kampung halamannya. Hatib menghibur mereka dengan menceritakan Rasulullah dan Islam, kemudian mengajak mereka memeluk Islam. Mereka pun menerima ajakan tersebut.
Rasulullah telah menerima kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya, dan betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis itu. Beliau mengambil Mariyah untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada penyairnya, Hasan bin Tsabit. Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu sehingga Rasulullah harus menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah rnasjid.
Ibrahim bin Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
Allah menghendaki Mariyah al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah setelah Khadijah Radhiyallahu ‘anha. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Mariyah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.
Mariyah mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga kandungan istrinya dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi, Ibrahim Alaihissalam. Lalu beliau memerdekakan Mariyah sepenuhnya. Kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan gembira.
Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita. Rasa cemburu semakin tampak bersamaan dengan terbongkarnya rahasia pertemuan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Mariyah di rumah Hafshah sedangkan Hafshah tidak berada di rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu Rasulullah mengharamkan Mariyah atas diri beliau. Kaitannya dengan hal itu, Allah telah menegur lewat firman-Nya:
“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. At-Tahriim:1)
Aisyah mengungkapkan rasa cemburunya kepada Mariyah, “Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi kami.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”
Beberapa orang dari kalangan golongan munafik menuduh Mariyah telah melahirkan anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir dan kemudian menjadi pelayan bagi Mariyah. Akan tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Mariyah setelah Ali Radhiyallahu ‘anhu menemui Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah laki-laki yang telah dikebiri oleh raja.
Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Mariyah bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malam, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Mariyah. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim.”
Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, beliau kembali bersabda,
“Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan penintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”
Demikianlah keadaan Nabi ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada dalam jalur yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengurus sendiri jenazah anaknya kemudian beliau menguburkannya di Baqi’.
Saat Wafatnya
Setelah Rasulullah wafat, Mariyah hidup menyendiri dan menujukan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Dia wafat lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-16 hijrah, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menyalati jenazah Sayyidah Mariyah al-Qibtiyah, kemudian dikebumikan di Baqi’. Semoga Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia dan penuh berkah. Amin.
Sumber: Buku Dzaujatur-Rasulullah , karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh

Biografi Maimunah Binti al-Harits

Maimunah Binti al-Harits (Wafat 50 H) 
Maimunah binti al-Harits al-Hilaliyah adalah istri Nabi yang sangat mencintai beliau dengan tulus selama mengarungi bahtera numah tangga bersama. Dialah satu-satunya wanita yang dengan ikhlas menyerahkan dirinya kepada kepada Rasulullah ketika keluarganya hidup dalam kebiasaan jahiliyah. Allah telah menurunkan ayat yang berhubungan dengan dirinya:
“.. dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukminin…” (QS. Al-Ahzab:50)

Biografi Ummu habiba bint Sufyan

UMMU HABIBA BINT SUFYAN (wafat 44 th / 664 m )
Dalam perjalanan hidupnya, Ummu Habibah banyak mengalami penderitaan dan cobaan yang berat. Setelah memeluk Islam, dia bersama suaminya hijrah ke Habasyah. Di sana, ternyata suaminya murtad dari agama Islam dan beralih memeluk Nasrani. Suaminya kecanduan minuman keras, dan meninggal tidak dalam agama Islam. Dalam kesunyian hidupnya, Ummu Habibah selalu diliputi kesedihan dan kebimbangan karena dia tidak dapat berkumpul dengan keluarganya sendiri di Mekah maupun keluarga suaminya karena mereka sudah menjauhkannya. Apakah dia harus tinggal dan hidup di negeri asing sampai wafat?

Biografi Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab

Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab ( wafat 50 H) 
Nama dan Nasabnya
Nama lengkapnya adalah Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah bin Amir bin Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin Habib bin Nadhir bin al-Kham bin Yakhum dari keturunan Harun bin Imran. Ibunya bernama Barrah binti Samaual dari Bani Quraizhah. Shafiyyah dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah, atau dua tahun setelah masa kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Ayahnya adalah seorang pemimpin Bani Nadhir.

Biografi Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhiraar

Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhiraar  ( wafat 56 th ) 
Telah kita ketahui bahwa setiap istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam itu memiliki suatu kelebihan. Demikian juga halnya dengan Juwairiyah yang telah membawa berkah besar bagi kaumnya, Bani al-Musthaliq. Bagaimana tidak, setelah dia memeluk Islam, Bani al-Musthaliq mengikrarkan diri menjadi pengikut Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini pernah diungkapkan Aisyah, “Aku tidak mengetahui jika ada seorang wanita yang lebih banyak berkahnya terhadap kaumnya daripada Juwairiyah.”
Juwairiyah adalah putri seorang pemimpin Bani al-Musthaliq yang bernama al-Harits bin Abi Dhiraar yang sangat memusuhi Islam. Rasulullah memerangi mereka sehingga banyak kalangan mereka yang terbunuh dan wanita-wanitanya menjadi tawanan perang. Di antara tawanan tersebut terdapat Juwairiyah yang kemudian memeluk Islam, dan keislamannya itu merupakan awal kebaikan bagi kaumnya.
Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya
Juwairiyah dilahirkan empat belas tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Semula namanya adalah Burrah, yang kemudian diganti menjadi Juwairiyah. Nama lengkapnya adalah Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhiraar bin Habib bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuzaah. Ayahnya, al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang masih musyrik dan menyembah berhala sehingga Juwairiyah dibesarkan dalam kondisi keluarga seperti itu. Tentunya dia memiliki sifat dan kehormatan sebagai keluarga seorang pemimpin. Dia adalah gadis cantik yang paling luas ilmunya dan paling baik budi pekertinya di antara kaumnya. Kemudian dia menikah dengan seorang pemuda yang bernama Musafi’ bin Shafwan.
Berada dalam Tawanan Rasulullah
Di bawah komando al-Harits bin Abi Dhiraar, orang-orang munafik berniat menghancurkan kaum muslimin. Al-Harits sudah mengetahui kekalahan orang-orang Quraisy yang berturut-turut oleh kaum muslimin. Al-Harits beranggapan, jika pasukannya berhasil mengalahkan kaum muslimin, mereka dapat menjadi penguasa suku-suku Arab setelah kekuasaan bangsa Quraisy. Al-Harits menghasut pengikutnya untuk memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Akan tetapi, kabar tentang persiapan penyerangan tersebut terdengar oleh Rasulullah, sehingga beliau berinisiatif untuk mendahului menyerang mereka. Dalam penyerangan tersebut, Aisyah Radhiyallahu ‘anha turut bersama Rasulullah, yang kemudian meriwayatkan pertemuan Rasulullah dengan Juwairiyah setelah dia menjadi tawanan. Perang antara pasukan kaum muslimin dengan Bani al-Musthaliq pun pecah, dan akhirnya dimenangkan oleh pasukan muslim. Pemimpin mereka, al-Harist, melarikan diri, dan putrinya, Juwairiyah, tertawan di tangan Tsabit bin Qais al-Anshari. Juwairiyah mendatangi Rasulullah dan mengadukan kehinaan dan kemalangan yang menimpanya, terutama tentang suaminya yang terbunuh dalam peperangan.
Tentang Juwairiyah, Aisyah mengemukakan cerita sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Saad dalam Thabaqatnya, “Rasulullah menawan wanita-wanita Bani Musthaliq, kemudian beliau menyisihkan seperlima dari antara mereka dan membagikannya kepada kaum muslimin. Bagi penunggang kuda mendapat dua bagian, dan lelaki yang lain mendapat satu bagian. Juwairiyah jatuh ke tangan Tsabit bin Qais bin Samas al-Anshari. Sebelumnya, Juwairiyah menikah dengan anak pamannya, yaitu Musafi bin Shafwan bin Malik bin Juzaimah, yang tewas dalam pertempuran melawan kaum muslimin. Ketika Rasulullah tengah berkumpul denganku, Juwairiyah datang menanyakan tentang penjanjian pembebasannya. Aku sangat membencinya ketika dia menemui beliau. Kemudian dia benkata, ‘Ya Rasulullah, aku Juwairiyah binti al-Harits, pemimpin kaumnya. Sekarang ini aku tengah berada dalam kekuasaan Tsabit bin Qais. Dia membebaniku dengan sembilan keping emas, padahal aku sangat menginginkan kebebasanku.’ Beliau bertanya, ‘Apakah engkau menginginkan sesuatu yang lebih dari itu?’ Dia balik bertanya, ‘Apakah gerangan itu?’ Beliau menjawab, ‘Aku penuhi permintaanmu dalam membayar sembilan keping emas dan aku akan menikahimu.’ Dia menjawab, ‘Baiklah, ya Rasulullah!” Beliau bersabda, ‘Aku akan melaksanakannya.’ Lalu tersebarlah kabar itu, dan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Ipar-ipar Rasulullah tidak layak menjadi budak-budak.’ Mereka membebaskan tawanan Bani al-Musthaliq yang jumlahnya hingga seratus keluarga karena perkawinan Juwairiyah dengan Rasulullah. Aku tidak pernah menemukan seorang wanita yang lebih banyak memiliki berkah daripada Juwairiyah.”
Selain itu, Aisyah sangat memperhatikan kecantikan Juwairiyah, dan itulah di antaranya yang menyebabkan Rasulullah menawarkan untuk menikahinya. Aisyah sangat cemburu dengan keadaan seperti itu. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat baik kepada Juwairiyah bukan semata karena wajahnya yang cantik, melainkan karena rasa belas kasih beliau kepadanya. Juwairiyah adalah wanita yang ditinggal mati suaminya dan saat itu dia telah menjadi tawanan rampasan perang kaum muslimin.
Mendengar putrinya berada dalam tawanan kaum muslimin, al-Harits bin Abi Dhiraar mengumpulkan puluhan unta dan dibawanya ke Madinah untuk menebus putrinya. Sebelum sampai di Madinah dia berpendapat untuk tidak membawa seluruh untanya, namun dia hanya membawa dua ekor unta yang terbaik, yang kemudian dibawa ke al-Haqiq di bawah pengawasan para pengawalnya. Lalu dia pergi ke Madinah dan menemui Rasulullah di masjid. Terdapat dua riwayat yang menerangkan pertemuan al-Harits dengan Rasulullah. Dalam riwayat pertama, seperti yang diungkapkan Ibnu Saad dalam Thabaqat-nya, dikatakan bahwa Rasulullah menyerahkan keputusan kepada Juwairiyah.
Juwairiyah berkata, “Aku telah memilih Rasulullah ..” Ayahnya berkata, “Demi Allah, kau telah menghinakan kami.” Dalam riwayat kedua seperti yang disebutkan Ibnu Hisyam bahwa al-Harits menemui Rasulullah dan berkata, “Ya Muhammad, engkau telah menawan putriku. Ini adalah tebusan untuk kebebasannya.” Rasulullah menjawab, “Di manakah kedua unta yang engkau sembunyikan di al-Haqiq? Di tempat anu dan anu?” Al-Harits menjawab, “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan engkau adalah utusanNya. Tiada yang mengetahui hal itu selain Allah.” Al-Harits memeluk Islam dan diikuti sebagian kaumnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meminang Juwairiyah dengan mas kawin 400 dirham.
Berada di Rumah Rasulullah
Ketika Juwairiyah menikah dengan Rasulullah, beliau mengubah namanya, yang asalnya Burrah menjadi Juwairiyah, sebagaimana disebutkan dalam Thabaqat-nya Ibnu Saad, “Nama Juwairiyah binti al-Harits merupakan perubahan dari Burrah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggantinya menjadi Juwairiyah, karena khawatir disebut bahwa beliau keluar dari rumah burrah.”
Juwairiyah telah memeluk Islam dan keimanan di hatinya telah kuat. Semata-mata dia mengikhlaskan diri untuk Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Abbas banyak meriwayatkan shalat dan ibadahnya, di antaranya, “Ketika itu Rasulullah hendak melakukan shalat fajar dan keluar dari tempatnya. Setelah shalat fajar dan duduk hingga matahani meninggi, beliau pulang, sementara Juwairiyah tetap dalam shalatnya. Juwairiah berkata, ‘Aku tetap giat shalat setelahmu, ya Rasulullah.’ Nabi bersabda, ‘Aku akan mengatakan sebuah kalimat setelahmu. Jika engkau kerjakan, niscaya akan lebih berat dalam timbangan, ‘Maha Suci Allah, sebanyak yang Dia ciptakan. Maha Suci Allah Penghias Arsy-Nya. Maha Suci Allah, unsur seluruh kalimat-Nya.”
Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia, Juwairiyah mengasingkan diri serta memperbanyak ibadah dan bersedekah di jalan Allah dengan harta yang diterimanya dari Baitul-Mal. Ketika terjadi fitnah besar berkaitan dengan Aisyah, dia banyak berdiam diri, tidak berpihak ke mana pun.
Saat Wafatnya
Juwairiyah wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, pada usianya yang keenam puluh. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri Rasulullah yang lain. Semoga Allah rela kepadanya dan kepada semua istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya di akhirat dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin.
(Dinukil dari buku Dzaujatur-Rasulullah , karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh)

Biografi Zainab binti Jahsy

Zainab binti Jahsy  ( wafat 20 H ) 
Pernikahan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dengan Zainab binti Jahsy didasarkan pada perintah Allah sebagai jawaban terhadap tradisi jahiliah. Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah yang berasal dan kalangan kerabat sendiri. Zainab adalah anak perempuan dari bibi Rasulullah, Umaimah binti Abdul Muththalib. Beliau sangat mencintai Zainab.

Biografi Ummu Salamah

Ummu Salamah ( wafat 59 thn )  
Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan, lebih-lebih setelah berpisah dengan suami dan anak-anaknya. Berkat kematangan berpikir dan ketepatan dalam mengambil keputusan, dia mendapatkan kedudukan mulia di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Di dalam sirah Ummahatul Mukminin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan peristiwa penting darinya yang dapat diteladani kaum muslimin, baik sikapnya sebagai istri yang selalu menjaga kehormatan keluarga maupun sebagai pejuang di jalan Allah.

Biografi Zainab binti Khuzayma

Zainab binti Khuzayma (wafat 1H)  
Dapat dikatakan bahwa pengetahuan kita tentang Zainab binti Khuzaimah r.a. sangatlah terbatas karena dia telah wafat ketika Rasulullah saw. masih hidup.
Zainab binti Khuzaimah adalah istri Rasulullah yang dikenal dengan kebaikan, kedermawanan, dan sifat santunnya terhadap orang miskin. Dia adalah istri Rasul kedua yang wafat setelah Khadijah r.a.. Untuk memuliakan dan mengagungkannya, Rasulullah mengurus mayat Zainab dengan tangan beliau sendiri.
A. Nasab dan Masa Pertumbuhannya
Nama lengkap Zainab adalah Zainab binti Khuzaimah bin Haris bin Abdillah bin Amru bin Abdi Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah al-Hilaliyah. Ibunya bemama Hindun binti Auf bin Harits bin Hamathah.

Biografi Hafshah binti Umar

Hafshah binti Umar  (wafat usia 47 th )  
Hafshah binti Umar bin Khaththab adalah putri seorang laki-laki yang terbaik dan mengetahui hak-hak Allah dan kaum muslimin. Umar bin Khaththab adalah seorang penguasa yang adil dan memiliki hati yang sangat khusyuk. Pernikahan Rasulullah dengan Hafshah merupakan bukti cinta kasih beliau kepada mukminah yang telah menjanda setelah ditinggalkan suaminya, Khunais bin Hudzafah as-Sahami, yang berjihad di jalan Allah, pernah berhijrah ke Habasyah, kemudian ke Madinah, dan gugur dalam Perang Badar. Setelah suami anaknya meninggal, dengan perasaan sedih, Umar menghadap Rasulullah untuk mengabarkan nasib anaknya yang menjanda. Ketika itu Hafshah berusia delapan belas tahun. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah memberinya kabar gembira dengan mengatakan bahwa beliau bersedia menikahi Hafshah.

Biografi Aisyah binti Abu Bakar

Aisyah binti Abu Bakar ( wafat 57 h)

Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membuka lembaran kehidupan rumah tangganya dengan Aisyah  yang telah banyak dikenal. Aisyah laksana lautan luas dalam kedalaman ilmu dan takwa. Di kalangan wanita, dialah sosok yang banyak menghafal hadits-hadits Nabi, dan di antara istri-istri Nabi, dia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki istri Nabi yang lain. Ayahnya adalah sahabat dekat Rasulullah yang menemani beliau hijrah. Berbeda dengan istri Nabi yang lain, kedua orang tua Aisyah melakukan hijrah bersama Rasulullah.

Biografi Saudah binti Zam`ah

Saudah binti Zam`ah (wafat 19 H)

Walaupun Saudah binti Zam’ah tidak terlalu populer dibandingkan dengan istri Rasulullah lainnya, dia tetap termasuk wanita yang memiliki martabat yang mulia dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan Rasul-Nya. Dia telah ikut berjihad di jalan Allah dan termasuk wanita yang pertama kali hijrah ke Madinah. Perjalanan hidupnya penuh dengan teladan yang baik, terutama bagi wanita-wanita sesudahnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahinya bukan semata-mata karena harta dan kecantikannya, karena memang dia tidak tergolong wanita cantik dan kaya. Yang dilihat Rasulullah adalah semangat jihadnya di jalan Allah, kecerdasan otaknya, perjalanan hidupnya yang senantiasa baik, keimanan, serta keikhlasannya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Biografi Khadijah binti Khuwailid

Khadijah binti Khuwailid (wafat 3h)

Khadijah binti Khuwailid adalah sebaik-baik wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad pcnyebaran agarna Allah kepada seluruh umat manusia.
Khadijah adalah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga terhormat pada lima belas tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin mempersuntingnya.

Biografi KH. Mahrus Aly

KH. Mahrus Aly ( 1907 – 1985 )

KH. Mahrus Aly lahir di dusun Gedongan, kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dari pasangan KH Aly bin Abdul Aziz dan Hasinah binti Kyai Sa’id, tahun 1906 M. Beliau adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara. Masa kecil beliau dikenal dengan nama Rusydi dan lebih banyak tinggal di tanah kelahiran. Sifat kepemimpinan beliau sudah nampak saat masih kecil. Sehari-hari beliau menuntut ilmu di surau pesantren milik keluarga. Beliau diasah oleh ayah sendiri, KH Aly dan sang kakak kandung, Kiai Afifi.

Biografi KH. Marzuqi Dahlan

KH. Marzuqi Dahlan ( 1906 – 1975 )

KH. Marzuqi Dahlan lahir tahun 1906 M, di Desa Banjarmelati, sebuah desa di bantaran barat Sungai Brantas, Kota Kediri. Beliau putra bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan KH. Dahlan dan Nyai Artimah. Dibawah pengawasan langsung kakeknya (KH. Sholeh Banjarmelati) Gus Zuqi kecil menerima pengajaran dasar-dasar Islam seperti aqidah, tajwid, fiqh, ubudiyah, dll. Pernah satu waktu, sang ayah (Kiai Dahlan) meminta agar Gus Zuqi kembali ke kampung halaman (Pondok Pesantren Jampes) guna menuntut ilmu langsung di bawah asuhan ayah kandung sendiri. Gus Zuqi bersedia, namun beberapa saat kemudian Gus Zuqi kembali ke Banjarmelati.